Selasa, 21 Maret 2017
[Dan.
3:25,34-43; Mzm. 25:4bc-5ab,6-7bc,8-9; Mat. 18:21-35]
GAYA HIDUP MENGAMPUNI DENGAN TULUS IKHLAS
Kalau setiap hari saya bisa bangun pagi, untuk
persiapan, misa pagi dan berangkat ke kantor, pertama-tama bukan karena ‘terpaksa’,
tapi karena sebuah kebiasaan. Saya hidup di asrama selama kurang lebih selama
12 tahun, dan sepanjang waktu itu, satu peraturan yang pasti ada adalah
penetapan jam bangun pagi. Karena sebuah peraturan, maka awalnya melakukannya
dengan terpaksa, namun keterpaksaan ini membuahkan sebuah kebiasaan, sebuah
habitus. Tentu masih ada kebiasaan-kebiasaan lain yang akhirnya terus dihayati
sampai sekarang, misalnya kebiasaan makan bersama, kebiasaan doa bersama,
kebiasaan untuk olahraga, dan sebagainya. Kebiasaan terbentuk bukan dalam waktu
yang singkat, sehari dua hari, namun kadang dalam waktu yang sangat panjang dan
bertahun-tahun.
Maka, kalau hendak merenungkan bacaan Injil hari ini,
sebenarnya hendak ditunjukkan bahwa belajar mengampuni pun hasil dari sebuah
kebiasaan. Mungkin, kita spontan akan membayangkan pengampunan sebanyak tujuh
puluh kali tujuh atau empat ratus sembilan puluh kali. Dan, akhirnya penjelasan
yang mencerahkan mengatakan bahwa Yesus mengajarkan kepada kita untuk
menjadikan tindakan mengampuni sebagai suatu kebiasaan. Perbuatan yang
dilakukan berulang-ulang, akan menjadi sebuah kebiasaan. Sebuah kebiasaan akan
menjadi sebuah gaya hidup, dan sebuah gaya hidup akan membuat kita melakukannya
dengan tulus. Semoga kebiasaan mengampuni dengan tulus menjadi gaya hidup kita
yang utama.
Selamat pagi, selamat mengampuni sesama dengan tulus
iklas. GBU.
#james5buceng2