Minggu, 14 Mei 2017
HARI MINGGU PASKAH V
[Kis. 6:1-7; Mzm. 33:1-2,4-5,18-19; 1Ptr. 2:4-9; Yoh. 14:1-12]
TENTANG ‘TIKET’ PERJALANAN MENUJU
RUMAH BAPA
Beberapa hari lalu, saya
punya pengalaman menarik ketika harus membatalkan tiket kereta api. Bukan tidak
jadi berangkat, tapi hanya pindah stasiun tujuan. Namun, mengurus pembatalan
tiket ini, lumayan ribet, karena harus mendatangi stasiun tertentu, harus antri
(saya antri sampai 115 antrian), mengisi formulir dan penukaran uang baru bisa
dilakukan 30 hari kemudian. Namun, urusan tiket semacam ini akhirnya menjadi
sesuatu yang biasa, karena sudah sering mengadakan perjalanan jarak jauh
seperti ini. Paling sering, mengadakan perjalanan pulang ke Yogyakarta. Bukan
hanya soal tiket, perjalanan jarak jauh juga membutuhkan persiapan:
barang-barang yang harus dibawa, kesehatan dan fisik yang harus dijaga, dan
kadang-kadang, tidak bisa tidur alias tetap terjaga, kalau esoknya hendak
bepergian. Persiapan yang matang, membuat sebuah perjalanan akan menjadi
nyaman, karena kita tahu apa yang harus dilakukan.
Nah, kalau kehidupan kita
adalah sebuah perjalanan, dan Rumah Bapa adalah tujuan, hal-hal apa saja yang
sudah dipersiapkan? Manusia, paling tidak suka dengan ketidakpastian. Artinya,
meski dikatakan bahwa Rumah Bapa adalah sesuatu yang sedemikian indah dan penuh
sukacita, namun tidak pernah ada orang yang mau cepat-cepat atau bergegas
mencapainya, karena manusia masih suka sesuatu yang pasti-pasti saja. Hidup di
dunia adalah sesuatu yang pasti, karena segala sesuatunya bisa dikecap dengan
indra: diraba, dirasakan, dilihat dan dinikmati, sedangkan perihal Rumah Bapa,
sejauh ini hanya informasi dan dilandasi rasa percaya saja. Maka, tidak
mengherankan bahwa kerinduan untuk tinggal di Rumah Bapa, belum menjadi
prioritas yang utama, karena banyak manusia masih menikmati keindahan dan
kegembiraan dari sesuatu yang sudah pasti, alias keindahan dan kegembiraan
duniawi.
Kembali lagi soal tiket
dan perjalanan, kalau dalam Bacaan Injil Yesus mengatakan: “Akulah jalan,
kebenaran dan hidup, maka tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau
tidak melalui Aku”, maka sebenarnya, Yesus adalah ‘tiket’ kita menuju Rumah
Bapa, dan tidak main-main, tiket ini sudah kita terima ketika dibaptis atau
ketika kita resmi menjadi anggota Gereja. Tiketnya berlaku kapan saja, dan tidak
ada batas waktunya, alias tidak memiliki masa kadaluwarsa. Nah, kita bisa
melihat sifat-sifat orang dalam ‘menjaga’ tiket ini ketika dalam hidupnya: ada
yang menyimpan tiket ini dengan sangat baik dan rapi, ada yang ceroboh dan lupa
tempat menyimpan tiketnya, ada yang bahkan menghilangkan tiket ini, dan
parahnya, ada yang menukarkan tiket ini dengan tiket promo dari jurusan lain.
Maka, kalau Yesus adalah ‘tiket’ utama kita menuju ke Rumah Bapa, sudah layak
dan sepantasnya kalau kita jaga sampai saatnya kita berangkat, sembari terus
mempersiapkan hati dan diri, dengan tiada henti melaksanakan kehendak Bapa di
dunia.
Semoga, di hari Minggu
ini, kita senantiasa diingatkan tentang tujuan perjalanan hidup kita, dan Yesus
sendiri sebagai satu-satunya jalan yang mengarahkan kita kepada tujuan
perjalanan tersebut.
Selamat pagi, selamat
menjaga ‘tiket’ perjalanan menuju Rumah Bapa. GBU.
#james5buceng2