Banyak
orang telah merasakan manfaat menjadi anggota BKSY. Ada harapan agar semua umat
bisa ambil bagian dalam gerakan BERbela rasa dalam Kematian dan KeseHATan
(BerKHat) ini.

Tak
berselang lama, rasa penasaran ini terjawab ketika Wiryawan mengajak Rico
terlibat dalam kegiatan BerKHat Santo Yusup (BKSY). Ajakan yang langsung
ditanggapi positif oleh Rico. Ia berpikir, tidak salah, bila di hari
bahagianya, ada ucapan kasih kepada orang lain. Atas dasar ini, ia menulis
sebuah pesan kepada para koleganya. “Saya mohon doa di ulang tahun saya,
sekaligus kali ini harap tidak mengirim kue ulang tahun atau bunga, tapi
diganti dengan sumbangan untuk orang orang yang membutuhkan, seperti guru agama
atau katekis.” Pesan ini lalu dikirim kepada seluruh kontak di handphone Rico.
Tak
disangka respons kolega sangat besar. Hari itu, hampir tidak ada kiriman kue
juga bunga. Sebaliknya, di rekening BKSY ada dana debet sekitar 30 juta, dengan
angka bervariasi, mulai dari 500 ribu hingga 10 juta. Dana itu lalu dibulatkan
Rico menjadi 60 juta. “Saya tidak menyangka di hari ulang tahun ini, saya
mendapat kado yang begitu besar. Dengan hadiah itu, sekitar 750 guru agama yang
mendapat bantuan BKSY,” ucap Rico bahagia.
Ajaran
Kristus
Pengalaman
Rico juga pernah dialami Pastor Andang Listya Binawan SJ. Vikaris Epis kopal
Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) ini melakukan hal yang sama saat ulang tahunnya.
Ia meminta kenalannya untuk tidak mengirimkan bunga, kue, atau hadiah lainnya.
Hadiah itu diberikan dalam bentuk transfer kepada saudara-saudari yang
membutuhkan.
Semangat
yang digemakan oleh Rico dan Pastor Andang menjelaskan bahwa kepedulian
terhadap sesama dapat dilaksanakan dengan cara yang sederhana. Membantu orang
bukan soal kaya atau miskin, tetapi panggilan hati. Rasa peduli terhadap sesama
adalah hal manusiawi yang kini menjadi sikap langka.
Di
era modern, masyarakat cenderung hidup individual. Orang beramai-ramai mengejar
target hidup dan kerap melupakan lingkungan sekitar. Niat “membahagiakan
keluarga” mengesampingkan interaksi sosial dengan sesama.
Panggilan
untuk membangun asa pada yang tersingkirkan itulah yang melahirkan BKSY.
Gerakan BKSY ingin menghidupi kembali budaya Indonesia yakni memberi, tolong,
menolong, gotong royong, dan sebagainya. Setidaknya, banyak orang merasa masih
ada harapan hidup karena ada yang peduli kepada mereka. BKSY hadir untuk
menjernihkan pikiran manusia moderen yang apatis, cuek, dan egoistis.
H.
Kasyanto, Pengurus Pusat BKSY menjelaskan, bahwa BKSY adalah gerakan bela rasa
dan solidaritas. Mengapa demikian? Dalam kelompok BKSY terjadi persaudaraan dan
kebersamaan yang kuat. “Di BKSY diharapkan umat bisa saling peduli, saling
solider dan setia kawan tentunya,” ujar Kasyanto.
Kasyanto
percaya, bahwa BKSY menampil kan wajah Kristus yang berbela rasa serta toleran
dengan sesama yang menderita. Tujuan orang beriman, pungkas Kasyanto, adalah
panggilan untuk menyerupai Kristus. Panggilan ini mengharuskan setiap orang
terpanggil untuk melepaskan manusia lamanya yang egois dan menjadi manusia
baru. Kasyanto menerjemahkan manusia baru itu sebagai panggilan untuk berbela
rasa kepada saudara yang kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel (KLMTD).
“BKSY itu gerakan berbagi kasih kepada sesama dalam semangat belarasa. Maka
hanya akan menjadi gerakan kasih yang kuat bila ada partisipasi semua umat,”
ajak Kasyanto.
Refleksi
Kasyanto ini pun diamini oleh Kusdaryanto. Penggiat BKSY di bidang pemberi
santunan dari Paroki Santo Yohanes Penginjil Blok B ini merefleksikan, bahwa
panggilan sebagai Anak Allah mengharuskan keterbukaan untuk membantu sesama.
Sebagai “rasul” BKSY, ia membantu orang tanpa berpikir balasan apa yang ia akan
dapat. “Dari kacamata manusiawi, menjadi rasul itu melelahkan dan tidak ada
untung, malah lebih banyak rugi materi, waktu, tenaga, dan pikiran,” ungkapnya.
Kusdaryanto
percaya, dengan membantu sesama ada balasan yang tak terhingga. Ia berpesan,
dengan menyempatkan lebih banyak waktu untuk kebutuhan orang lain, seseorang
akan memiliki jiwa yang semakin peduli. “Orang Kristen perlu belajar memahami
bagaimana cara orang-orang di sekitar kita berjuang menghadapi hidup yang
berat,” pesan Kusdaryanto.
Melegahkan
Hati
Mengembangkan
cara pandang yang lebih berempati ini pernah dirasakan oleh Ignatius Ponidi.
Koster di Gereja Santa Anna Duren Sawit, Jakarta Timur ini pernah merasakan
bagaimana BKSY hadir dan berempati dengan keluarganya. Sebagai koster,
pendapatannya hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, kadang-kadang kurang.
Kendati begitu, ia memutuskan menyisihkan seperkecil pendapatannya untuk
terlibat dalam gerakan BKSY.
Ponidi
mengatakan, kadang-kadang sebagai manusia, ia harus melakukan apa yang
benar-benar ia yakini. Perubahan hidup itu terjadi bukan soal kaya atau miskin,
tetapi soal memberi. Ia bercerita bahwa BKSY adalah gerakan bela rasa yang
kongret.
Tahun
2017, duka dirasakan Ponidi. Sang istri Maria Margaretha meninggal. Saat itu,
Ponidi kebingungan saat ingin mengantar jenazah istrinya ke Ganjuran, Bantul,
Yogyakarta. “Saya ambil uang dari mana sementara harga ambulans saja sekitar 10
juta. Saya bingung dan pasrah ada orang yang mau membantu,” kisahnya.
Situasi
ini membuat dirinya berusaha yakin bahwa pertolongan Tuhan. Saat Misa Requiem,
tiba-tiba dari tim BKSY memberikan uang sebesar 10 juta. Bantuan ini sangat
berarti bagi dirinya. Setidaknya, ia bisa memakamkan istri secara layak. “Saya
menabung di BKSY tujuannya membantu orang lain. Saya tidak berpikir bahwa akan
dapat karena bisa saja ada yang lebih susah darinya. Tetapi bantuan Tuhan
selalu tepat waktunya,” ucapnya.
Pengalaman
ini membuat Ponidi selalu berpesan kepada anak-anaknya agar tidak menjadi orang
yang egois. Belajar memikirkan perasaan orang lain yang mungkin jauh lebih
susah. Terbuka memahami kebutuhan orang lain akan membuat hidup manusia menjadi
bahagia. Perlu kesadaran untuk semakin mudah peduli kepada orang lain sepenuh
hati. Orang beriman, wajib menjalani kehidupan sehari-hari dengan memberi rasa
kepada hidup orang lain. “Tuhan mengajarkan kita untuk perlu lebih dekat dengan
sesama. Kita perlu memandang orang lain bukan dengan mata tetapi dengan hati
yang peka,” pesannya.
Jawaban
Iman
Bergulirnya
gerakan BKSY tak lepas dari kehadiran Mgr Ignatius Suharyo. Tahun 2009, saat
mengemban tugas sebagai Uskup Koadjutor KAJ lalu kemudian menjadi Uskup Agung
menggantikan Kardinal Yulius Darmaatmadja SJ pada 28 Juni 2010, banyak orang
dengan latarbelakang masing- masing memberi dukungan atas tugas baru ini. Salah
satunya adalah para alumni Seminari Mertoyudan yang menamakan diri Paguyuban
Lingkar Sahabat (Palingsah).
Suatu
ketika dalam perkumpulan para sahabat yang terdiri dari teman angkatan juga
mantan murid Mgr Suharyo ini mengadakan pertemuan di Bintaro. Mgr Suharyo
melemparkan pertanyaan kepada mereka apa yang dapat kalian lakukan sebagai
sumbangsih terhadap pelayanan pastoral di KAJ? Jawaban dari pertanyaan ini
kemudian diretas dalam kegiatan BKSY.
Lewat
proses yang matang dengan banyak keprihatinan soal masalah kesehatan dan
mahalnya biaya kematian, membuat BKSY menjadi gerakan yang fokus pada dua
masalah tersebut. Lalu lahirlah BKSY yang menggandeng PT Ansuransi Central Asia
(ACA). Saat itu, Direktur ACA, Hailam sah Teddy juga hadir.
BKSY,
menurut Uskup Agung Semarang (KAS) Mgr Robertus Rubiyatmoko tercetus dengan
latar belakang ingin membantu umat yang berkekurangan secara ekonomi. BKSY
sejak berkembang di KAS masih hanya terbatas pada beberapa paroki saja. Hal ini
dimulai dengan ajakan kepada Kuria KAS untuk mendaftar lebih dulu, baru
kemudian menyusul umat di paroki. Mulai tahun lalu, BKSY disosialisasikan
kepada umat dan akhirnya ditanggapi dengan sangat bagus.
BKSY
kemudian disosialisasikan secara lebih intensif. Dalam waktu yang singkat cukup
banyak yang terlibat jadi anggota BKSY terutama umat Paroki Katedral. Paroki
ini memang menjadi semacam paroki percobaan. Hal yang menjadi persoalan
mendasar adalah bagaimana membangkitkan kesadaran dan pengertian umat, bahwa
BKSY itu bukan persoalan apa yang saya dapat sebagaimana asuransi melainkan
bagaimana berbagi kepada yang membutuhkan.
Sekarang
BKSY memberikan kesempatan kepada katekis se-KAS. Upaya ini sedang dalam proses
pendataan. “Namun yang menjadi tugas kami adalah menyadarkan para katekis
nantinya soal BKSY. Dengan diberikannya kesempatan ini solidaritas dan semangat
berbagi sungguh-sungguh menjadi milik umat. “Menjadi bagian dari penderitaan
orang lain itu sungguh-sungguh dihayati dan dimiliki oleh setiap umat beriman,”
ujar Mgr Rubi.
Mgr
Rubi yakin bahwa BKSY merupakan sebuah peluang pastoral bahwa BKSY mampu
membangun persaudaraan dengan cara berbagi. Jadi orang diarahkan untuk
sungguh-sungguh memberi, bukan mengharapkan sesuatu. Harapannya, BKSY ini bisa
menyebar paling tidak di Pulau Jawa. Sedangkan di KAS, semoga semakin banyak
paroki yang terlibat dalam keanggotaan BKSY. “Solidaritas umat beriman ini
perlu dijaga terus-menerus, bahkan bisa lintas agama. Artinya, BKSY tidak sungguh-sungguh
ekslusif melainkan inklusif bagi banyak orang,” ujarnya.
Saat
ini, BKSY sudah menjangkau sebagian paroki, baik KAJ maupun KAS. Kehadiran
gerakan bela rasa ini untuk memutuskan paham, bahwa orang kayalah yang
berkewajiban membantu orang miskin. Siapa pun bisa membantu orang lain, tanpa
melihat latar belakang seseorang. Rasa kemanusiaan tidak memandang kedudukan
dan status sosial. BKSY memberi arti lain dalam iman, bahwa membantu orang
kecil dan lemah, bukan karena balas budi, tetapi karena Kristus lebih dahulu
menunjukkan sikap bela rasa-Nya.
Source
: Yusti H. Wuarmanuk - HIDUP NO.01 2019, 6 Januari 2019