
”Tak apa, Bu. Saya punya batu ajaib untuk membuat masakan
lezat bagi semua orang. Cukup sediakan panci, air, api, dan mengundang penduduk
kampung,” kata pemuda itu. Setelah semua datang, ia mulai mengaduk-aduk air
dalam panci, mencicipinya, dan berkata, ”Masakan ini enak, lebih enak kalau ada
sayurnya.”
Beberapa orang menjawab, ”Oh, di rumah saya ada sayur.”
Mereka pulang dan kembali membawa sayur.
Orang muda itu mengaduk-aduk lagi dan berkata, ”Masakan
sudah lebih lezat. Akan sempurna kalau ada daging dan bumbu.” Beberapa orang
pulang mengambil daging dan bumbu. Orang itu berkata lagi, ”Masakan sudah siap,
tetapi tidak ada piring. Ambillah piring, tetapi jangan kembali dengan piring
kosong.”
Semua pulang dan kembali dengan piring penuh aneka buah.
Mereka pun makan bersama dalam suasana gembira. Salah seorang berkata, ”Belum
pernah kita merasakan kebahagiaan karena kebersamaan seperti ini.” Penduduk kampung
itu mengalami transformasi kehidupan. Dalam bahasa Kristiani, itulah Paskah.
Hidup baru
Salah satu lambang paling penting dalam upacara Paskah
adalah lilin Paskah. Saat semua lampu dimatikan, di pintu depan gereja ada
upacara menyalakan lilin Paskah dengan api baru, lambang hidup baru.
Sambil diarak masuk, nyala lilin Paskah dibagikan kepada
seluruh umat dan lambang hidup baru pun ditularkan. Gereja yang semula gelap
semakin terang oleh nyala lilin. Dalam cahaya lilin, umat menyanyikan lagu
pujian Paskah dan mendengarkan kisah karya penyelamatan Allah.
Karya Allah yang amat menentukan bagi umat Allah dalam
Perjanjian Lama adalah pembebasan dari tanah penjajahan Mesir (Keluaran 12).
Peristiwa ini akan terus dikenang dan dihidupkan kembali—tidak sekadar
diingat—sebagai peristiwa yang selalu aktual. Kenangan bersama ini menjadi
kekuatan dahsyat umat Allah Perjanjian Lama dalam mempertahankan eksistensi dan
kesatuan mereka dalam berbagai tantangan.
Paskah Perjanjian Lama tak bisa dipisahkan dari perjanjian
yang diikat di Sinai (Keluaran 19-20). Dalam perjanjian itu diberikan Sepuluh
Perintah Allah, kode moral dan hukum yang harus mereka taati untuk menjadi
pribadi-pribadi berhikmat dan umat bermartabat. Namun, dalam perjalanan waktu,
ternyata mereka mengingkari jati diri mereka dan mengikatkan diri kepada
berhala. Mereka menjadi bebal.
Akhlak mulia
Paskah Kristiani berkaitan dengan perbudakan manusia oleh
dosa. Menurut kodratnya, manusia adalah makhluk yang harus berbakti kepada Sang
Khalik dan berakhlak mulia. Kepada
manusia diberikan Hukum Kasih sebagai perintah utama. Perintah itu cermin
pribadi Yesus yang mencurahkan kasih sampai mati dan bangkit untuk keselamatan
orang yang percaya kepada-Nya.
Sesudah mengalami keselamatan seharusnya manusia menjadi
pribadi berhikmat dan umat bermartabat. Orang yang percaya mesti mengenakan
hidup baru berlandaskan kasih dan meninggalkan cara hidup manusia lama
(bandingkan: Roma 6:4-6). Namun, manusia terus tergoda menyembah berhala dan
mengingkari jati dirinya.
Berhala bukanlah batu besar atau pohon, melainkan
keserakahan (Efesus 5:5). Penyembah berhala adalah orang-orang serakah yang
moralitas serta tata nilainya terjungkir balik. Dia membiarkan hidupnya
didorong oleh nafsu akan gengsi, kekuasaan, dan uang.
Berhala lebih besar lagi pada zaman modern ini adalah
keserakahan yang didukung oleh kekuatan
yang menghalalkan segala cara, seperti kebohongan, ujaran kebencian,
fitnah, hoaks, untuk merebut yang diinginkan. Tata nilai semakin terjungkir
balik, terjadi kemerosotan moral berujung krisis.
Merayakan Paskah
adalah menerima dan membagikan terang iman dan menjadikannya bermakna
dalam kehidupan nyata, sebagaimana dilambangkan lilin Paskah. Dalam kacamata iman Kristiani, sejarah bangsa
Indonesia adalah juga peristiwa Paskah yang berlanjut.
Keyakinan itu ada dalam salah satu doa yang amat penting
dalam Gereja Katolik: ”Sepanjang sejarah, Engkau mencurahkan kasih sayang yang
besar kepada bangsa kami. Berkat jasa banyak pahlawan, Engkau menumbuhkan
kesadaran kami sebagai bangsa. Kami bersyukur kepada-Mu atas bahasa yang
mempersatukan dan atas Pancasila dasar kemerdekaan kami” (Prefasi Tanah Air
II).
Doa itu mengajak umat untuk terus merawat ingatan bersama
akan peristiwa-peristiwa yang menentukan dalam sejarah bangsa Indonesia:
Kebangkitan Nasional, Sumpah Pemuda, dasar NKRI, sebagai karya agung Allah.
Peristiwa-peristiwa tersebut, menurut keyakinan Kristiani, adalah Paskah yang
membebaskan.
Semoga Presiden dan Wakil Presiden, para legislator, serta
semua pemimpin negara dan bangsa Indonesia tulus berusaha membawa bangsa
Indonesia mencapai cita-cita kemerdekaan, menjadikan seluruh warga semakin
berhikmat, dan bangsa semakin bermartabat. Itulah Paskah.
I Suharyo Uskup Agung Jakarta
Sumber :
photo : dokpenKWI