Pada
Audiensi Umum hari Rabu, 22 Mei 2019, Paus Fransiskus mengakhiri serangkaian
katekese tentang doa "Bapa Kami", dengan mengatakan bahwa Roh
Kuduslah yang menjadi guru dan pelaku utama dari doa yang sejati. Paus mencatat
bahwa doa Kristen yang “lahir dari keberanian untuk memanggil Allah dengan nama
'Bapa’, mengungkapkan “keintiman seorang anak” di mana kita dikenalkan oleh
rahmat Roh Kudus. Paus Fransiskus mengutip beberapa contoh dari Perjanjian Baru
di mana berbagai ungkapan doa Yesus mengingatkan pada teks "Bapa
Kami".
Paus Francis di Audiensi Umum Mingguan di Vatikan, 22 Mei 2020. (Vatican News)
Dalam
Injil Markus, ketika Yesus berdoa, “Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu. Ambillah cawan ini
dari pada-Ku, tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang
Engkau kehendaki,”, kita menemukan kepercayaan seorang anak kepada Bapa
di tengah-tengah kegelapan, ketakutan, dan kesedihan malam Taman Getsemani, di
mana Dia meminta agar kehendak Bapa dipenuhi.
Di
tempat lain, Yesus mengajar murid-muridnya untuk menumbuhkan semangat doa yang
terus menerus, tetapi secara khusus untuk mengenang saudara-saudari kita,
terutama ketika kita mempunyai hubungan yang sulit dengan mereka.
Dalam
hal ini, Yesus berkata dalam Injil Markus, “Jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu
sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga
Bapamu yang di surga mengampuni kesalahan-kesalahanmu.”
Paus
mencatat bahwa dalam tulisan-tulisan Santo Paulus kita tidak menemukan teks
"Bapa Kami", tetapi kehadiran-Nya muncul dalam sintesis luar biasa di
mana doa orang Kristen diringkas menjadi satu kata: "Ya Abba! Ya Bapa!"
(lih. Rom 8:15; Gal 4: 6).
Dalam
Injil Lukas, Yesus memenuhi permintaan para murid dan mengajar mereka bagaimana
berdoa kepada Bapa.
Paus
Fransiskus mencatat bahwa Perjanjian Baru secara keseluruhan menunjukkan bahwa tokoh
utama dari semua doa Kristen adalah Roh Kudus. “Kita tidak akan pernah bisa berdoa tanpa kuasa Roh
Kudus. Dialah yang berdoa dalam kita dan menggerakkan kita untuk berdoa dengan
baik.”
Roh
Kudus, jelas Paus, adalah guru sekaligus pelaku utama doa sejati. Dialah yang
meniupkan ke dalam hati murid-murid Yesus, dan memampukan mereka untuk berdoa
sebagai anak-anak Allah, yang benar-benar ada dalam Baptisan.
"Roh
Kudus membuat kita berdoa di 'alur' yang digali Yesus untuk kita," kata
Paus, menjelaskan bahwa dengan rahmat doa orang Kristen menarik kita ke dialog
cinta Tritunggal Mahakudus.
Bapa
Suci mengamati, kadang-kadang Yesus
menggunakan ungkapan yang sangat jauh dari teks "Bapa Kami".
Misalnya, ketika sedang sekarat di kayu salib, Ia berseru, “AllahKu, Ya AllahKu,
mengapa Engkau meninggalkan Aku?" (Mat 27:46).
Tentu
saja, kata Paus, Bapa surgawi tidak dapat meninggalkan Putera-Nya. "Namun
kasih-Nya bagi kita, orang-orang berdosa," kata Paus, "telah membawa
Yesus ke titik ini: sampai pada titik mengalami ditinggalkannya Allah,
jarak-Nya karena Dia telah mengambil ke atas Diri-Nya segala dosa kita."
Tetapi
bahkan dalam seruan sedih-Nya, "Ya AllahKu, Ya AllahKu", Paus
mencatat, kata "Ku" tetap
menjadi "inti hubungan dengan Bapa" dan "inti iman dan
doa". Paus
Fransiskus mencatat bahwa dengan inti ini, seorang Kristen dapat berdoa dalam
situasi apa pun. Semua doa dalam Alkitab, terutama Mazmur, dan doa sepanjang
ribuan tahun sejarah memiliki
inti ini.
Bapa
Suci mendesak agar kita tidak pernah berhenti berbicara tentang saudara dan
saudari kita dalam kemanusiaan kepada Bapa, sehingga tidak seorang pun dari
mereka, terutama yang miskin, dapat tetap tanpa penghiburan dan sebagian dari
kasih.
Tetapi
untuk berdoa dengan sungguh-sungguh, Paus berkata, "kita harus membuat
diri kita sedikit, sehingga Roh Kudus dapat masuk ke dalam kita dan membimbing
kita dalam doa." (Robin Gomes).
Sumber : Vatican News