Gereja mengajak kita untuk menampilkan wajah sosial gereja. Gereja yang bukan hanya menampilkan ibadat yang indah, liturgi yang meriah tetapi juga Gereja yang punya hati terhadap masalah-masalah sosial di masyarakat maupun di lingkungan kegerejaan. Panggilan hidup menggereja bukan hanya berhenti pada doa dan ibadah tetapi juga harus nyata dalam aksi yang merupakan perwujudan dari nilai-nilai yang ditimba dari doa dan ibadah kita.
Karena itu St. Yakobus mengatakan bahwa “Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati” (Yak 2:17).

Kepekaan untuk berbelarasa mendorong orang untuk ikut terlibat dalam menangani masalah-masalah sosial yang ada di masyarakat. Realita kehidupan menyodorkan kepada kita kontras antara orang-orang yang hidup dalam kemewahan dengan orang-orang yang hidup dalam kemiskinan. Apa reaksi kita dengan situasi yang seperti itu? Dalam hal inilah Gereja mengajak kita untuk menjadi pelopor/agen perubahan terhadap situasi sosial yang ada di masyarakat dalam hal keterlibatan dengan orang-orang miskin.
Teladan yang ditiru adalah hidup Yesus. Yesus dalam hidupnya senantiasa ditandai oleh kepekaan terhadap situasi dan kondisi masyarakat. Hidup Yesus itulah yang menjadi dasar bagi kita dalam hal kepedulian sosial. Dalam hal ini, kita perlu belajar dari Ibu Teresa, Calcuta. Baginya, “Orang miskin di mana pun di dunia ini adalah Kristus yang menderita. Di dalam diri mereka Putra Allah hidup dan mati. Melalui mereka, Tuhan menampakkan wajah-Nya. Jika kita menolak mereka, tidak menghampiri mereka, kita menolak Kristus sendiri. Yang terpenting bukanlah melakukan segala hal atau banyak hal, tetapi kesediaan untuk segala hal setiap saat, dan percaya bahwa pada saat kita melayani kaum miskin, kita sesungguhnya melayani Allah.”
Bunda Teresa menghayati panggilannya sebagai pengikut Kristus dengan menyediakan diri dipakai Tuhan untuk menolong mereka yang menderita akibat kemiskinan. Pola yang diikuti adalah hidup dan karya Yesus sendiri. Panggilan Bunda Teresa dalam pelayanan terhadap orang-orang miskin adalah panggilan kita juga. Kita telah dipanggil untuk menjadi para pengikut Kristus. Itu berarti bahwa hidup Yesus menjadi pola hidup kita. Keprihatinan Yesus terhadap orang-orang yang menderita adalah keprihatinan kita juga. Maka beriman kepada Kristus seharusnya menjadi dorongan bagi kita untuk melakukan sesuatu bagi mereka yang berada dalam kesusahan dan penderitaan. Itu kita lakukan dalam dan karena Kritus. Mereka adalah saudara dan saudari kita dalam Kristus sebagaimana yang Yesus ajarkan kepada kita: “Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:45).

Allah dalam diri Yesus adalah Allah yang solider dengan manusia. Allah yang berbelarasa dengan manusia. Dia yang menderita sengsara, wafat dan bangkit untuk keselamatan manusia. Kesetiaan Kristus dalam menjalani kehendak Bapa mengajari kita untuk rela berkorban bagi sesama kita. Tugas kita adalah senantiasa menumbuhkan kepekaan berbelarasa dengan sesama kita sebagaimana Yesus yang telah berbelarasa dengan kita rela menderita demi keselamatan kita. (Pst. Paulus Yoyo Yohakim, OSC)
Sumber : https://pandu.katolik.or.id/