Suatu hari, seorang pemuda pergi
mencari sarapan di pagi hari, ia bergegas menuju tempat di mana ia membeli nasi
kuning kesukaannya. Namun, ia tidak langsung pergi ke gerobak makanan untuk
membeli sarapannya itu, ia pergi ke pusat olah raga untuk melihat dan bertemu
dengan teman-temannya.
Waktu beranjak naik, kemudian
setelah berbincang dengan rekan-rekannya ia kembali pulang dan berencana
membeli nasi kuning langganannya. Sesampai di sana ia terkejut,
karena sang ibu pemilik gerobak kecil itu, tengah terisak-isak menangis sambil
memandang jauh ke jalan.
Sang pemuda dengan heran bertanya, ”Bu, mengapa ibu
menangis?” Lalu ibu itu dengan terisak
menjawab, ”Ini Den, ada orang menipu ibu dengan pura-pura membeli nasi kuning
beberapa bungkus lalu ia memberikan uang seratus ribu rupiah, karena kembalian
uang dari ibu kurang, dia minta dibungkus lagi nasi kuningnya. Setelah ia pergi
ibu baru sadar kalau uangnya ternyata palsu. Ibu sedih sekali karena ibu tidak
punya uang untuk membeli bahan-bahan untuk membuat nasi kuning dan lagi uang
itu kan sebagian untuk keperluan rumah tangga.”
Dengan trenyuh pemuda itu
bertanya,”Bu apakah masih ada nasi kuningnya?” Ibu itu menjawab sambil
menangis, ”Tidak ada lagi, Den. Orang yang menipu ibu itu yang membeli
semuanya.”
Pemuda itu kemudian mengeluarkan
dompetnya lalu berkata, ”Bu, ini uang seratus ribu buat ibu, pakai untuk
belanja keperluan nasi kuning agar ibu bisa usaha lagi dan bisa memenuhi
keperluan keluarga.” Kemudian ibu itu dengan setengah membungkuk berkata,
”Terima kasih, Den, buat pertolongannya semoga Tuhan membalas kebaikan Aden.”

Pertama, Yesus bertanya kepada
Ahli Taurat itu, ”Apa yang tertulis dalam hukum Taurat?” Sebagai seorang Ahli
Taurat ia hafal betul dan merupakan makanan sehari-hari dalam mempelajari
Taurat dan kitab-kitab lainnya. Kepintaran itu membuat mereka menempati
posisi teratas di antara lingkungan umat Israel, dan dengan pengetahuan itu
juga mereka memperalat umat untuk kepentingan mereka (Matius 23 :13-36). Yesus memberi tahu bahwa semua
pengetahuan yang dimiliki tentang ke-Tuhan-an itu tidak mempunyai pengaruh apa
pun bila tidak bisa berbela rasa dengan sesama manusia.

Ketiga, Yesus memerintahkan,
”Pergilah, dan perbuatlah demikian!” Yesus menyampaikan jika perhatian akan
hidup dan kebaikan sesamanya menjadi yang utama hal itu akan memberikan
kehidupan yang kekal baik untuk dirinya maupun bagi sesamanya. Dewasa ini orang menganggap
seorang filantropis (dermawan) adalah orang yang mendermakan jumlah uang yang
banyak, padahal kata filantropis berasal dari dua kata bahasa Yunani, philos
(penuh cinta) dan anthropos (orang); orang penuh cinta. Padahal, seorang filantropis
dapat juga memberikan kontribusi tidak hanya uang tetapi pikiran, waktu, tenaga
untuk membuat sesamanya mendapatkan kebaikan

Sumber : Maruli D.M. Nababan/selisip.com