“Hendaklah
kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati. Janganlah kamu
menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum,
maka kamupun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni.”
(Luk 6:36-37).

Yesus menghendaki agar kita menjadi milik Allah seperti Ia
adalah milik Allah. Ia ingin agar kita menjadi anak-anak Allah seperti Ia
adalah milik Allah. Ia ingin agar kita menjadi anak-anak Allah seperti Ia
sendiri adalah Anak Allah. Ia ingin agar kita meninggalkan kehidupan yang lama,
yang begitu penuh dengan ketakutan dan keraguan, serta menerima kehidupan baru,
kehidupan dari Allah sendiri. Dalam dan melalui Kristus kita menerima identitas
baru yang memungkinkan kita berkata, “Aku tidak sama dengan penghargaan yang
dapat kukumpulkan melalui persaingan. Diriku adalah cinta yang telah kuterima
dengan bebas dari Allah”. Ini membuat kita dapat berkata bersama Santo Paulus,
“Aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang
hidup di dalam aku” (Gal 2:20).
Pribadi yang baru ini, yaitu
pribadi Yesus Kristus, memungkinkan kita untuk bermurah hati seperti Bapa.
Melalui kesatuan dengan-Nya, kita diangkat keluar dari suasana dan semangat
bersaing dan dimasukkan ke dalam keutuhan ilahi. Dengan ikut ambil bagian dalam
keutuhan pribadi yang tidak mengenal persaingan, kita dapat masuk ke dalam
hubungan-hubungan yang baru dan penuh hati dengan sesama. Dengan menerima
identitas dari Dia yang adalah pemberi segala kehidupan, kita dapat berada
bersama dengan yang lain tanpa jarak atau ketakutan. Identitas yang baru ini,
yang bebas dari keserakahan dan keinginan berkuasa, memungkinkan kita untuk
masuk sepenuhnya dan tanpa syarat ke dalam penderitaan orang-orang lain
sehingga kita dapat menyembuhkan orang sakit dan membawa yang mati kepada
kehidupan. Kalau kita ambil bagian dalam kemurahan hati Allah, suatu cara hidup
yang sama sekali baru terbuka bagi kita, yaitu cara hidup yang dapat kita lihat
dalam kehidupan para rasul dan orang-orang Kristen yang terkenal, yang telah
memberi kesaksian tentang Kristus selama berabad-abad. Kemurahan hati bukanlah
bagian dari persaingan, seperti kemurahan hati yang kita ciptakan sendiri.
Kemurahan hati adalah wujud dari suatu cara hidup baru, di mana
membanding-bandingkan pribadi, permusuhan dan persaingan ditinggalkan secara
bertahap.
Kemurahan hati menuntut kita
untuk pergi ke tempat ada luka, masuk ke tempat-tempat ada penderitaan, ikut
serta dalam keterpecahan, ketakutan, kebingungan dan kecemasan. Kemurahan hati
menantang kita untuk berteriak bersama mereka yang berada dalam penderitaan,
berkabung bersama mereka yang kesepian, menangis bersama mereka yang
mencucurkan air mata.

DOA: Tuhan Yesus Kristus, Engkau
datang kepada kami untuk menyatakan kemurahan hati dan kasih Bapa-Mu. Buatlah
kami umat-Mu mampu memahaminya dengan seluruh hati, budi dan jiwa kami. Dan
kepadaku ya Tuhan, hamba-Mu yang tiap-tiap kali jatuh, tunjukkanlah
belas-kasihan-Mu yang tanpa batas. Amin.
Sumber : Henri J.M. Nouwen,
TUHAN TUNTUNLAH AKU – Renungan Harian Dalam Masa Prapaska, Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 1994, hal. 44-46.